My Day WOW !!
Bunyi alarm perlahan membangunkanku dari tidur malamku, segera ku bergegas kekamar mandi untuk wudhu bermaksud untuk sholah subuh. Ibu yang ada didapur sepertinya sedang memasak nasi goreng kesukaan adik laki-lakiku, ku lihat ayah disamping dapur sedang membawa pakaian kotor kami. Aku pun bergegas mandi dan bersiap-siap.
Lana, adik laki-lakiku tampak sudah siap dengan kaos hijau
seragam olah raga dan tas biru tua miliknya. Kakak sepupuku juga sudah terlihat
siap dengan barang-barangnya, namun seperti biasa ibu masih bersama Almira adik
perempuanku. Ku lihat diriku dicermin kamarku, gadis berkulit sawo matang
dengan rambut basahnya yang baru saja dikeramas dan setelah aku selesai
menyisir rambut panjangku, akupun bergegas mengenakan sepatu. Pertama-tama
tentu kaos kakinya dulu lalu baru kulanjutkan dengan sepatu baru pemberian
ayah.
“makan dulu..” kata ayah sambil menyuapkan sesendok mi goreng
kentang buatan ibu, tak banyak mi yang ku makan namun hanyalah lima sendok
saja. Setelah itu aku segera berjalan ke mobil sambil membawa dua buah tas,
yang berwarna coklat milikku dan yang hitam milik ibu. Aku berjalan dengan
santai bahkan hingga sampai diluar rumah.
“ayah.. ayo, ini sudah jam enam.. aku udah terlambat”
teriakku dari dalam mobil. Setelah semua masuk (aku, ayah, ibu, kakak sepupu)
kami segera berangkat. Tujuan pertama tentu saja sekolahku, diperjalanan aku
hanya tak banyak bicara dan menatap kupon-kupon belanja yang ayah dapatkan dari
salah satu tempat perbelanjaan.
Setibanya didepan sekolahku. Aku khawatir akan
keterlambatanku, pak satpam yang ada didalam posnya melihatku dengan heran “apa
yang ia pikirkan?” gumamku sambil berlari. Suara guru matematika kesayanganku
sudah terdengar cukup keras dari lapangan basket. Aku berlari tidak begitu
cepat karena kakiku masih sakit akibat olah raga hari selalsa lalu. Ditangga
kakiku mulai lelah, tapi aku masih berlari kecil.
Setibanya dikelas semua berteriak “lia, tutup pintunya”
tanpa pikir panjang aku segera menutupnya. Saat aku membalikan badan semua
menatapku sambil tertawa sambil menunjuk ke arah sepatuku. “Oh Ya Tuhan, apa
yang aku kenakan ini..?” pikirku, aku mengenakan kaos kaki yang berwarna putih
tentu saja itu salah besar. Pak guru tertawa kecil sambil menatapku, mataku
mencari seorang kawan sebangkuku yang tak tampak. Aku berjalan dengan rasa malu
yang tak dapat ku tutupi, langkah kaki yang semakin cepat membuat seisi kelas
tertawa termasuk beberapa sahabatku.
Aku berusaha memendam rasa maluku, ya aku memang terkenal
sebagai anak yang percaya diri. Teman lelaki dibarisan sebelah kiriku juga
tertawa melirikku, ia memang pintar tapi menyebalkan. Pelajaran berjalan dengan
lancar seperti biasa, semula guru-guru juga tidak melirik kaos kakiku.
Sewaktu istirahat sekolah aku merasa lapar, namun aku tak
berani pergi kekantin jadi aku meminta tolong salah satu sahabatku untuk
membelikan sesuatu untukku “Lin, tolong beliin es tempatnya bu Darsini ya, o
iya sama Kerupuk pedas ya hehe makasih”. Sambil menunggu pesanan itu datang,
aku termenung dibalkon depan kelasku “kupu-kupu itu indah, pasti enak jadi
mereka” gumamku, lalu datanglah seorang sahabat lamaku “wah enggak tertib tu.
Yang lainnya pakai hitam kamu pakai putih.. waaaah” ledeknya hingga tertawa dan
menunjuk masing-masing kaki temanku. Beberapa candaan ada dikelas yang terletak
paling ujung dari kelas lain, ya anak-anak dikelasku memang lebih berbeda dari
anak-anak kelas lain.
Beberama aku menunggu pesananku, aku melihat ketiga
sahabatku sedang bersantai didepan kelas 8B. Mereka tampak meledekku sehingga
membuatku berteriak “woy..!! cepetan sini.. udah bel masuk” tapi tampaknya
mereka tidak mendengar dan hanya tersenyum. Ketua kelas dikelasku yang bernama
Aziz pun datang menghampiriku dan mengatakan bahwa guru matematika yang kurang
disenangi itu memberi tugas “ah pasti sulit” gumamku lagi.
Ketika Lina, Nurul ,dan Sandra datang membawakanku
sebatang es lilin kacang hijau dan sebungkus kerupuk pedas.. kami segera masuk
ke dalam kelas dan duduk dibangku kami untuk menyantap jajanan yang membakar
lidah tersebut. Aziz menghampiriku lagi, kali ini ia benar-benar memberikan
soal matematika itu. Awalnya hanya ku pandangi dan kubaca soalnya satu per satu
sampai makananku habis tak bersisa.
Setelah ku buang bungkus jajanan itu, aku lalu mencoba
mengerjakan soal tersebut. Seisi kelas mengatakan bahwa soal ini terlalu sulit
dan tak dimengerti, anak laki-laki banyak yang berisik dengan siulan-siulan
mereka yang amat mengganggu “woy..!! dieeem!!” teriakku yang kemudian diikuti
oleh teriakan anak perempuan lain dari arah mana-mana. Ku kerjakan soal tersebut
dengan rasa malas, ya memang matematika adalah mata pelajarang yang tak ku
senangi kecuali bila gurunya adalah pak Sumaryono.
Ku lirik ke segala arah, wajah-wajah kusam dan berkerut
dengan bibir bergerak kecil tampak dari rupa sebagian besar anak perempuan.
Lalu datang seorang lagi temanku yang bernama Kiki, sebenarnya itu datang untuk
menanyakan jawaban dari soal tersebut tapi malah sebaliknya aku dan kawan-kawan
yang bertanya kepadanya, toh dia dapet jawaban itu juga dari Toni.
Sepulang sekolah aku merasa malu, karena banyak orang
melihat kearah bagian bawahku. Sambil menunggu pak satpam datang memberikan
pinjaman hp miliknya, aku berdiri didepan pagar sekolah bersama beberapa
temanku. Saatku terduduk dibawah, seorang anak lelaki adik kelasku datang melewatiku
dengan tatapan sinis yang menghanyutkan. Ia seperti meledekku dengan
menjulurkan lembaran uang miliknya. Aku sedikit mengoceh dihadapannya, hingga
pak satpam itu datang dan memberikan hp nya.
Beberapa siswa yang sedang menunggu jemputan juga
mengantri meminjam hp tersebut tapi entah mengapa aku lebih sering mendapat
giliran pertama. Beberapa menit aku mengobrol dengan salah satu temanku yang
bernama Dini sambil menunggu jemputan. Ternyata ia yang dijemput terlebih
dahulu, barulah beberapa menit kemudian aku yang pulang.
Diperjalanan rasa malu itu makin memuncak, untuk menutupi rasa malu ini aku ingin sekali membeli camilan “jajan ya bude..” kataku saat berada didepan warung kecil namun apa daya, camilan itu sudah habis. Aku pulang dengan perasaan kecewa dan juga malu. Teringat hari senin lalu saat aku salah mengenakan rok, yang seharusnya putih tapi aku menggunakan rok osis. Tak ada rasa mengerti dalam benakku, aku melangkah dan terus tersenyum hingga akhirnya adik kelasku yang bernapa Puput memanggilku dari atas sana “mbak Lia, kok roknya biru?” pertama-tama aku tak mengerti apa yang dibicarakannya setelah beberapa anak lelaki yang ada didepan kelas 9F berdiri dan terbahak menertawakanku. Aku terkejut dan langsung berlari ke kantor BK, disitulah aku menemui seorang guru yang bernama bu Pratiwi dan menyapanya sambil memohon dan tersenyum ketakutan “bu mau pinjam rok putih” namun hari itu memang hari sialku, tak ada persediaan rok putih.. smeua habis terpinjam oleh orang lain. Kedua sahabatku pun datang menemaniku hingga akhirnya aku terpaksa naik ke kelas dengan perasaan kacau. Semua mata tertuju kepadaku, bahkan teman-teman dikelasku terus menertawakanku. Padahal hari itu akulah petugas koor, teman yang ada disampingku terus berusaha menenangkanku. Aku berusaha menghindar dari pandangan guru yang tegaan itu namun apa daya ditengah upacara aku harus keluar dari barisan dan mundur kedepan. Lagi-lagi semua mata tertuju kepadaku. Dibelakang barisan aku menemui guru yang lumayan akrab denganku, namanya pak Andi. Ia datang mendekatiku dan menundukan kepalanya ditelingaku, aku sedikit bercanda dibelakang sana.. sedikit ngeyel.. namun ia tetap membawaku kebarisan hukuman bersama dua orang lainnya. Kedua guru BK pun mencantumkanku kedalam daftar point “oh Ya Tuhan, kenapa aku bisa sepikun itu” gumamku cemberut.
Diperjalanan rasa malu itu makin memuncak, untuk menutupi rasa malu ini aku ingin sekali membeli camilan “jajan ya bude..” kataku saat berada didepan warung kecil namun apa daya, camilan itu sudah habis. Aku pulang dengan perasaan kecewa dan juga malu. Teringat hari senin lalu saat aku salah mengenakan rok, yang seharusnya putih tapi aku menggunakan rok osis. Tak ada rasa mengerti dalam benakku, aku melangkah dan terus tersenyum hingga akhirnya adik kelasku yang bernapa Puput memanggilku dari atas sana “mbak Lia, kok roknya biru?” pertama-tama aku tak mengerti apa yang dibicarakannya setelah beberapa anak lelaki yang ada didepan kelas 9F berdiri dan terbahak menertawakanku. Aku terkejut dan langsung berlari ke kantor BK, disitulah aku menemui seorang guru yang bernama bu Pratiwi dan menyapanya sambil memohon dan tersenyum ketakutan “bu mau pinjam rok putih” namun hari itu memang hari sialku, tak ada persediaan rok putih.. smeua habis terpinjam oleh orang lain. Kedua sahabatku pun datang menemaniku hingga akhirnya aku terpaksa naik ke kelas dengan perasaan kacau. Semua mata tertuju kepadaku, bahkan teman-teman dikelasku terus menertawakanku. Padahal hari itu akulah petugas koor, teman yang ada disampingku terus berusaha menenangkanku. Aku berusaha menghindar dari pandangan guru yang tegaan itu namun apa daya ditengah upacara aku harus keluar dari barisan dan mundur kedepan. Lagi-lagi semua mata tertuju kepadaku. Dibelakang barisan aku menemui guru yang lumayan akrab denganku, namanya pak Andi. Ia datang mendekatiku dan menundukan kepalanya ditelingaku, aku sedikit bercanda dibelakang sana.. sedikit ngeyel.. namun ia tetap membawaku kebarisan hukuman bersama dua orang lainnya. Kedua guru BK pun mencantumkanku kedalam daftar point “oh Ya Tuhan, kenapa aku bisa sepikun itu” gumamku cemberut.
Hah, aku memang ceroboh. Ditengah jalan aku melirik ke
arah barat, tepat disebuah warung kelapa muda langgananku. Aku melihat seorang
kawan lamaku yang bernama Andri tersenyum kepadaku, aku sangat malu dan bertanya-tanya
apakah ia melihat kaos kakiku.
Sore harinya aku berangkat bimble dengan baju pink yang
kubeli dengan uangku sendiri juga dengan kerudung merah muda baruku. Lagi-lagi
kesalahan yang ku buat, aku salah membawa buku.. ya aku membawa buku bahasa Indonesia
sedangkan hari ini mapelnya Biologi. Aku sedikit merengek kepada mas Joko,
operator di bimbleku “mas.. aku enggak bawa biologi.. aku bawanya bahasa
Indonesia” tapi tak ditanggapi hanyalah senyum yang kudapatkan. Aku terduduk
lesu didepan pintu, melihat seorang rupawan datang dari ujung jalan “dia”
gumamku, aku tersenyum dan pura-pura tidak tahu akan kehadirannya. Lalu aku
berlari keruang kelas untuk meletakan tas yang membebaniku, lalu aku kembali
berlari keluar ruang kelas.
Setelah bel tanda masuk berbunyi, aku bergegas masuk dan
aku terkejut saat dia duduk tak jauh dari tempatku. Aku tersenyum dan
memandangnya dari belakang “andai bisa ku miliki dia” gumamku dalam harap.
Pelajaran biologi seperti biasa, tentor cakep dan unyu bernama Hepta, hingga akhirnya
jam pulanpun tiba. Hujan yang mengguyur deras tak kunjung berhenti, membuatku
bingung apa yang harus aku lakukan. Beberapa teman tertawa dan bercanda, tapi
aku hanya menikmati teh yang ku beli. Aku terduduk sendiri dikelas hingga Aldo
dan Lora datang dan berdiri dipintu kelas. Sedikit kami bercanda, lalu ku tutup
lagi pintunya. Beberapa menit kemudian kembali kubuka lagi pintu hujau tersebut
dan tepat dihadapanku temanku yang bernama Rizal itu seperti terpeleset hingga
jauh.. hampir terjatuh-jatuh dan itu membuatku tertawa terbahak-bahak ya
itulah.
Aku kembali menyendiri dan mematikan lampu kelas, aku
terduduk diujung kelas. Ketika pintu kelas terbuka aku menyadari ada seseorang
yang datang dan bertanya “ siapa disini?” aku langsug berdiri dan mendorongnya
keluar.. ya dia Nico yang menurutku dia pacarnya Dona temanku. “kenapa bukan
dia yang masuk untuk mengajakku keluar” gumamku, setelah ku tutup lagi pintunya
aku mendengar keadaan diluar seperti sedang bingung memikirkanku semua
meneriakan namaku.
Ku putuskan untuk keluar ketika keadaan mulai tenang namun hujan belumlah reda “lia, tadi kamu kenapa?” tanya beberapa temanku dan aku hanya tersenyum sambil memainkan sedotan plastik dan pesawat kertas buatanku.
Hingga akhrinya kusadari baju sobek tanpa sebab akupun hujan-hujan begini harus pulang meninggalakn kawan-kawanku yang masih berteriak dan bercanda didalam situ.
Ku putuskan untuk keluar ketika keadaan mulai tenang namun hujan belumlah reda “lia, tadi kamu kenapa?” tanya beberapa temanku dan aku hanya tersenyum sambil memainkan sedotan plastik dan pesawat kertas buatanku.
Hingga akhrinya kusadari baju sobek tanpa sebab akupun hujan-hujan begini harus pulang meninggalakn kawan-kawanku yang masih berteriak dan bercanda didalam situ.
0 komentar:
Posting Komentar